Rabu, 25 April 2018

ASUHAN KEPERAWATAN ANGIOFIBROMA

A. Pengertian
Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja. Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya ada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja.


Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.

(Sumber : escholarship.org)
B. Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal.


Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak . 

C. Tanda dan Gejala
Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif


(Sumber : escholarship.org)
D. Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila4. Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren.

Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi2,4,5. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing.

F. Komplikasi Penegakan diagnosis
Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna

G. Stadium angiofibroma
Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.
Klasifikasi menurut Sessions sebagai erikut :
1.    Stage IA  : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
2.  Stage IB   : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
3.    Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
4.  Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
5.    Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
6.  Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch :
  1. Stage I    : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
  2. Stage II  :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.
  3. Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
  4. Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.
I. Pengkajian
  • Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
  • Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
  • Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
  • Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
Tanda dan gejala :
- Aktivitas

Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

- Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.

- Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.

- Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.

- Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

- Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus

- Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan

- Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok)

- Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.

- Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)

UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT


DAFTAR PUSTAKA

1.    Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I.
2.    Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001. 151-2.
3. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm
4.    Adams GL, et al. Boies – Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.
5.Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic529.htm
6.    Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
7.   Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
8.    R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997

4.   Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001

Selasa, 17 April 2018

ASUHAN KEPERAWATAN SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)

A. Pengertian
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996 ; 130 )

Dalam Laporan Pendahuluan ( LP ) ini, penulis batasi pada Tumor Otak Adapun definisi Tumor Otak adalah proses pertumbuhan termasuk benigna dan maligna yang mengenai otak dan sumsum tulang belakang. ( Bullock, 1996 ).
(Sumber : neupsykey.com)
B. Etiologi
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996 ; 130 )
Dalam Laporan Pendahuluan ( LP ) ini, penulis batasi pada Tumor Otak Adapun definisi Tumor Otak adalah proses pertumbuhan termasuk benigna dan maligna yang mengenai otak dan sumsum tulang belakang. ( Bullock, 1996 ).

C. Tanda dan Gejala
1.    Tanda dan gejala  peningkatan TIK :
a.    Sakit kepala
b.    Muntah
c.    Papiledema
2.    Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a.    Tumor  korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak
       pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b.    Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral ( hilang
Penglihatan pada setengah lapang pandang , pada sisi yang berlawanan dengan tumor ) dan halusinasi penglihatan
c.    Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d.    Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental., pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e.    Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (
gangguan saraf kedelapan ), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah ( saraf kelima ), kelemahan atau paralisis ( saraf kranial keketujuh ), abnormalitas fungsi motorik.
f.     Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
     gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
(Sumber : www.researchgate.net)
D. Pemeriksaan Diagnostik
1.    CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem vaskuler
2.    MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3.    Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.
4.    Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor
5.    Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
( Doenges, 2000  )

E. Pengkajian Data
1.    Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
2.    Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
3.    Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda :  perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
4.    Sirkulasi, gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
5.    Integritas Ego, Gejal : faktor stres, perubahan  tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
6.    Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
7.    makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah  ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )
8.    Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
9.    Nyeri / Kenyamanan,  Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan  biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
10. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
11. Hormonal :  Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
12. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
13. keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
14. seksualitas,  gejala: masalah pada seksual ( dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan )
15. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan    ( kepuasan rumah tangga, dudkungan ),  fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

F. Diganosa Interpensi Keperawatan
1.    Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital
Kriteria evaluasi : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran , perbaiakan kognisi, fungsi motorik / sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK
Intervensi :
a.    Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b.    Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nila standar ( GCS )
c.    Pantau TTV
d.    Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e.    Kaji adanya reflek  ( menelan, batuk, babinski )
f.     Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g.    Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara tambahan yang abnormal
Kolaborasi :
h.    Pantau analisa gas darah
i.     Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
j.     Berikan oksigenasi

2.    Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria evaluasi : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a.   Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b.   Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c.    Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d.   Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e.   Pantau pengguanaan obat  obatan depresan seperti sedatif
Kolaborasi:
f.     Berikan O2 sesuai indikasi
g.    Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi

3.    Nyeri ( akut ) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL, peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pla tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria evalusi : pasien melaporkannyeri berkurang, menunjukan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri .
Intervensi :
a.    kaji keluhan nyeri
b.    Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c.    Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d.    Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e.    Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f.     Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
Kolaborasi :
g.    Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h.    Berikan antiemetiksesuai indikasi

4.    Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai denagg disorientasi, perubaan respon  terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria evaluasi : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a.   Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara,  afektif, sensoris dan proses pikir
b.   Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan  letak  tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c.    Observasi repon perilaku
d.   Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e.   Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f.     pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g.    konsultasi dengan ahli fisioterapi  / okupasi

5.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, ( anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual ) dibuktikan oleh  : keluhan masukan makan tidak adekuat, kehilangan sensai pengecapan, kehilangan minat makan, ketidakmampuan untk mencerna yang dirasakan / aktual, berat badan 20 % atau lebih dibawah badan ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh, penurunan penumpukn lemak / masa otot, sariawab, rongga mulut terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria evaluasi :pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil, mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a.   Pantau masukan makanan setiap hari
b.   Ukur BB setiap hari sesui indikasi
c.    Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d.   Kontrol faktor lingkungan  ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis, berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
e.   Identifikasipasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
f.     Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g.    Vitamin A, D, E dan B6
h.   Rujuk kepada ahli diit
i.     Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
     ( Doenges,  2000  dan L.J  Carpenito, 1997 )

Daftar Pustaka 

Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 1996, Perawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Barbara L. Bullock 1996, Patofisiology, Adaptasi and alterations infeksius function, Fourth edition, Lipincott, Philadelpia
Brunner & Sudarth, 2003,  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price,  Alih  bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

Senin, 09 April 2018

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK

A. Definisi
Gangguan  peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan   oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 – 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).


(Sumber : www.medikoe.com)
B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1.   Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2.    Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3.    Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

C. Faktor Rsiko Stroke
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

D. Manifestasi Klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:

a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.

b.Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)

c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution

d.  Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)

E.  Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan           
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
3. Pungsi Lumbal
-  menunjukan adanya tekanan normal
tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya  perdarahan
4.  MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

F. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

G. Komplikasi
- Hipoksia Serebral
Penurunan darah serebral
- Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)


UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT

DAFTAR PUSTAKA 
  1. Doenges, E Marylin (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
  2. Engram, Barbara (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
  3. FKUI, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Gesapius
  4. Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
  5. Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
  6. Ganong, WF, (1996), Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC
  7. Talbot, LA (1997), Pengkajian Keperawatan Kritis, Jakarta, EGC